Adik, dan Perjuangan Selesaian S2
M. Zaenal Abidin (dok.usman) |
usmanroin.com-Pagi ini (18/8), saya mengawal dari jauh proses Ujian Tesis adik, yang mengambil Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Program Pascasarjana di Unisda Lamongan, Jawa Timur.
Sebagai Mas (Kakak) saya bangga. Karena tesis yang dibuat adalah hasil pikiran, penalaran, dan ketikkan sendiri meski terbata-bata. Tepatnya, tengah malam ketika istri dan putra-putrinya telah tidur lelap.
Di tengah maraknya “jasa joki”, adik memilih untuk menuntaskan sendiri tugas akhir program magisternya meski dengan laptop jadul. Bila mengutip Dr. Iu Rusliana (2022:3), lebih baik berkarya dengan kualitas pas-pasan, daripada tidak pernah berkarya sama sekali.
Perihal laptop yang jadul, sebagai Mas saya melihat kasihan. Mau saya belikan ia tidak mau. Jawabnya ketika saya tawari, ia akan menuntaskan hingga tesis selesai. Baru kalau punya rezeki beli yang lebih baik.
Terhadap laptop jadulnya, saya melihat kadang lemot (lambat prosesnya). Bahkan terbaru saat akan bimbingan, koneksi bluetooth-nya error.
Alhasil, laptopnya tidak bisa terkoneksi dengan WhatsApp. Hingga terkadang, meminta bantuan saya untuk mengirimkan beberapa berkas manakala bimbingan.
Dari semua problem teknis tersebut, yang dalam bahasa Yoga Pratama (2018:148) disebut faktor eksternal atau faktor yang hadir dari luar, jujur saya bangga kepadanya.
Dengan kesederhanaan dan kegigihannya menggunakan apa yang dimiliki, tidak menyurutkan langkah untuk menuntaskan Program Magister (S2). Inilah sejarah perjuangan yang cantik menurut saya.
Kesederhanaan tidak menghalangi untuk menggapai pendidikan yang tinggi. Problem teknis tidak membuat dia ciut nyali berjuang mengetik kata demi kata, hingga kemudian naskah penelitian tesisnya pun jadi dan siap diujikan kepada penguji.
Air Mata Menetes
Kala melukiskan tulisan ini, air mata saya tidak kuasa menetes. Menetes se deras-derasnya. Entah kenapa saya sendiri juga tidak tahu.
Namun yang pasti, perjuangan saya dan adik yang terlahir dari bapak petani, alhamdulillah bisa kuliah hingga magister (S2). Terima kasih "Pae, Mae" (sebutan bapak dan ibu), engkau mutiara terindah bagi kami.
Jerih payahmu telah membuat kami meneladanimu dengan kesederhanaan. Menghargai betul dengan apa yang telah dimiliki.
Yang dalam terminologi Jawa, tidak genjeh untuk mau merawat pemberian yang dikasih meski sederhana dan tidak branded. Serta dalam bahasa lain, bisanya hanya merusak, dan nihil merawat.
Banyak kita lihat anak sekarang, kalau tidak baru laptonya tidak mau kuliah. Setelah dituruti dengan dibelikan laptop baru, tidak amanah dalam menjaganya.
Ya hanya dibuat game, nonton youtube, hingga tidak opén alias tidak dirawat dengan cara dibersihkan, ditaruh yang baik dan sebagainya. Alhasil, alasan “rusak” kemudian minta yang baru itulah terjadi.
Selamat ya dik! Kini engkau telah menyandang gelar Magister Pendidikan (M.Pd.); menjadi M. Zaenal Abidin, S.Pd., M.Pd.
Riwayat Hidup
Perihal riwayat pendidikan formal, non formal, dan pekerjaan adik (M. Zaenal Abidin) adalah sebagai berikut:
Riwayat pendidikan formal: MI Bahrul Ulum I (1999), MTs Islamiyah At-Tanwir Talun (2002), MA Islamiyah At-Tanwir Talun (2005), S1 Fakultas Bahasa dan Seni IKIP PGRI Bojonegoro (2018).
Riwayat pendidikan non formal: Ponpes Nurul Anwar Sarang Rembang (2012); Madrasah Ghozaliyah Syafiiyah Sarang Rembang (2012).
Pekerjaan: Guru Ponpes Khozinatul Abror Mayangkawis Bojonegoro (2013-sekarang); Guru Aliyah MA Abu Dzarrin Kendal Bojonegoro (2018-2022).
* Usman Roin, Penulis adalah Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah Unugiri.
Posting Komentar untuk "Adik, dan Perjuangan Selesaian S2"