Baik dan Benar Buat Makalah, Ini Nilai Pentingnya
FLAYER-Workshop Pelatihan Makalah Berbasis ICT Himaprodi PAI. (dok.ig_himaprodipai_unusunangiri) |
usmanroin.com-Di tengah iklim menulis karya ilmiah -baik dan benar- yang lagi lesu, penulis bangga dengan gagasan kreatif teman-teman Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam (Himaprodi PAI) Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (UNUGIRI).
Bukan karena penulis dijadikan narasumber, tetapi spirit kolektif mereka yang peduli literasi -menulis yang baik dan benar- itu penting dikampanyekan sejak dini.
Sehingga pelatihan menulis karya ilmiah -berupa makalah- kepada mahasiswa baru (Maba), itulah tema besar persembahan teman-teman Himaprodi PAI untuk mereka.
Bicara makalah yang baik, adalah makalah yang selesai. Tetapi bukan sekadar selesai -bernilai baik- saja yang diharapkan. Karena selain baik, makalah juga kudu benar dalam menulisnya.
Sebagai gambaran sederhana, banyak dijumpai makalah yang dibuat mahasiswa asal selesai. Itu baik. Karena makalah yang dibuat telah selesai.
Kebalikannya makalah tidak baik, karena belum selesai hingga saat presentasi tiba.
Kalau makalah sekadar baik -selesai- tentu ada hal-hal yang perlu kita telusuri. Karena, baik saja dalam kacamata penulis belum cukup.
Apakah selesainya makalah yang dikerjakan kelompok memakai teknik pragmatis. Yakni, copy lalu paste. Sungguh wassalam bila begini.
Teknik -copy lalu paste- yang dilakukan guna merampungkan tugas kelompok makalah itulah yang penulis katakan “baik”, tetapi “tidak benar”.
“Tidak benar” karena cara-cara yang digunakan untuk menyelesaikan makalah tidak mendidik.
Artinya, cara pintas dipergunakan untuk merampungkan tugas makalah yang diberikan oleh dosen pengampu.
Perlu diketahui, tugas makalah yang diberikan oleh dosen itu dalam kaca mata penulis memiliki tujuan sebagai berikut:
Pertama, sarana latihan membuat karya tulis. Untuk bisa membuat karya tulis -makalah- maka latihan-latihan ikut serta membuat makalah dalam kelompok sangat dianjurkan.
Peran serta menulis bahasan dari topik yang diberikan melatih kreatifitas kita merangkai ide bahasan agar tidak keluar dari konteks.
Bisa dibayangkan bila pembaca menemukan makalah antara topik dan pembahasan berbeda.
Tentu panjenengan sebagai pembaca akan menggerutu dalam hari “Kok beda antara tema dengan isi?”
Hanya saja, gerutuan yang anda munculkan tidak berani tersampaikan oleh karena konco dhewa, ngesakke dan alasan-alasan solidaritas lainnya yang justru menyesatkan. Ha., ha.,!
Kedua, melatih kekompakan. Eksistensi pengerjakan kelompok makalah adalah berbasis kerja kolektif. Bukan kerja sendiri yang anggota kelompoknya hanya titip nama.
Jika ada yang seperti itu, maka peribadi tersebut perlu di-jewer. Kalau belum kapok, bisa dicuci otaknya dengan sedikit diberi deterjen agar tersadar.
Cobalah diangan-angan. Bila makalah adalah kerja kelompok, di situlah sebenarnya ruang bersama untuk saling mengulurkan bantuan harus terjadi.
Berkontribusi semampunya diberikan dengan ihlas agar amanat tugas makalah yang diembankan bisa segera rampung.
Faktanya, masih terdapat makalah tuntas bukan asbab hasil kerja kelompok. Melainkan kerja the only one (seorang saja) dalam satu kelompok. Jika demikian, esensi dari melatih kerja kelompok membuat makalah nihil adanya.
Bila sudah begini, selamanya yang tidak pernah membuat makalah akan nihil pula keterampilan mambuat makalah.
Ia hanya akan menjadi benalu bagi kelompok. Mau tidak diikutkan namanya ia teman. Tapi, kadang ya kebangeten oleh karena minus partisipasi dalam menyelesaikan tugas pembuatan makalah.
Terhadap mahasiswa yang punya tipikal seperti ini, penulis selalu mengingatkan secara bila hakikatnya ia menabuh genderang kerugian. Ia menjadi tidak punya keterampilan menulis makalah, cara mengutip, membuat footnote, daftar pustaka, cover, dan sebagainya.
Padahal kelak, ketika ia akan menyelesaikan jenjang S1 (Sarjana), tugas menulis Skripsi -sebagai tugas akhir- bukan lagi tugas kelompok. Melainkan, tugas individu-individu sebagai mahasiswa. Penulis perjelas sekali lagi, tugas individu-individu sebagai mahasiswa.
Bila kemudian terdapat mahasiswa cuek bebek, angkat tangan, atau tidak ikut cawe-cawe dalam membuat makalah disuatu kelompok, tentu kesulitanlah yang akan didapatkan kala ia menulis karya akhir. Itulah yang penulis maksud menabuh genderang kerugian.
Ketiga, mewujudkan sistematika berpikir. Makalah sebagai karya ilmiah (baca Bambang Dwiloka dan Rati Riana, 2012:4) memiliki fungsi mengemukakan kebenaran dengan berbekal metode yang sistematis.
Jika metode kepenulisannya kudu sistematis, berarti sistematika berpikir yang dituangkan berwujud teks antar paragraf satu ke paragraf berikutnya jelas sistematis pula.
Karenanya, kala membaca makalah yang keluar dari sistematikan bahasan, “janggal” akanlah terasa manakala dibaca. Hal itu bisa ditelusuri dari cara menyajikan bahasan yang tidak benar.
Entah karena copy-paste bahan yang telah jadi, minimnya literatur yang didapatkan, sudah kadung pusing kelompoknya tidak ada yang cawe-cawe, hingga pengetahuan terkait menulis makalah baik dan benar belum diketahui.
Oleh karena itu, menjadi jelas, bila “Workshop Pelatihan Makalah Berbasis ICT” yang digagas oleh teman-teman Himaprodi PAI penting diikuti.
Keiatan itu agar panjenengan semua tetap on the track atau ihdinas shirotol mustaqim belajar menulis makalah secara baik dan benar.
Bukan sekadar baik saja tetapi menghilangkan esensi kebenaran proses menyelesaikannya, tetapi juga memakai cara yang benar. Ingat, cara yang benar.
* Usman Roin, adalah Dosen Prodi PAI, Fakultas Tarbiyah, UNUGIRI.
Posting Komentar untuk "Baik dan Benar Buat Makalah, Ini Nilai Pentingnya"