Arti Jihad Literasi
PHOTO-by Debby Hudson on Unsplash |
usmanroin.com-Ketika pembaca melihat karya tulis berupa makalah, artikel, jurnal, buku, majalah, skripsi, laporan hingga berita di website, kemudian terdapat banyak salah ketik atau dalam bahasa kekinian typo-nya, tentu rasa malas membaca itulah yang kemudian muncul.
Mengapa hal itu terjadi? Salah satunya, karena karya tulis yang dibuat mengabaikan pedoman kepenulisan.
Coba kita bayangkan, bagaimana susahnya melahirkan karya tulis yang baik dari sisi kerapian dan zero typo, bila membaca buku pedoman kepenulisan saja diabaikan, tidak pernah, baru tahu, atau baru dikasih tahu. Tentu, karya yang dipersembahkan akan acakadul.
Terhadap problematik di atas, bagi yang punya interes tinggi terhadap literasi, iya akan tergerak melihat fenomena tersebut sebagai ladang jihad kekinian.
Meminjam bahasa Sa’id Al-Asymawi dalam Al-Islam As-Siyasi (1992:103), jihad sendiri adalah upaya sungguh-sungguh melalui pengerahan segala kemampuan (badzl al-juhd) guna mencapai tujuan.
Ada dalam pemaknaan beliau yang lain, jihad adalah dengan sabar dalam kepayahan (tahammul al-Juhd) saat menjalankan satu perbuatan atau meralisasikan misi.
Jika ditarik pada ranah literasi, upaya kita mengerahkan berbagai skill menulis yang kita miliki, dalam rangka mencapai tujuan membetulkan cara kepenulisan yang salah dilakukan menjadi benar dan baik, inilah yang penulis maksud sebagai jihad literasi.
Perlu pembaca sadari, resapi, dan bayangkan, pribadi yang paham cara menulis secara benar dan baik tentu akan malu. Punya keilmuan menulis yang baik, tetapi tidak ditransfer kepada yang belum mengetahui dan membutuhkan.
Terlebih, orang yang punya sikap "enggan" membagikan keilmuannya ketika ada yang tanya salah satunya "bagaimana cara menulis yang benar?", "rajam" akan menanti di hari akhir. "Itu info pusat" meminjam bahasa sederhana Gus Iqdam.
Oleh karena itu, kepada mahasiswa dan siapa saja yang mau belajar nulis dengan baik, penulis selalu mengingatkan, bila menulis yang baik itu kewajiban. Apalagi, menulis yang baik bisa dipelajari melalui buku panduan kepenulisan dan dipraktikkan.
Perlu diketahui, sekali acakadul dalam menulis, nanti akan menjadi karya tulis yang salah.
Coba kita bayangkan, ketika karya tulis acakadul kemudian dikutip, akan lahir cara nulis yang salah pula. Lahir pula, penulis yang salah memberitahu dan melahirkan karya tulis.
Jika sudah begini, dosanya bisa paralel. Sebab, salah cara menulis, akan di copy-paste lalu dikutip, melahirkan teks yang salah tulis, salah tulis lagi, dan lagi, ha, ha ha!
Lalu, bagaimana mengerem hal itu?
Tentu, kita harus lihat konteksnya dahulu. Bila dunia kampus, maka unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang membidangi kepenulisan dihidupkan, difasilitasi, dan diminta betul-betul membantu kampus untuk mengikis, memereteli, cara menulis mahasiswa dan siapa saja yang kurang betul.
Selain itu, kompetisi literasi menulis yang baik, kreatif, dan benar sebagaimana ejaan Kamus Besar Bahasa Indonesia perlu dikampanyekan secara masif.
Bukan dalam tataran program formalitas belaka, melainkan betul-betul diimplementasikan secara nyata dan berkualitas baik ketika mempublis tulisan melalui flayer sosial media, atau berita yang diunggah melalui website.
Pada ranah pendidik dan tenaga kependidikan, peran yang yang bisa diambil adalah dengan membimbing mahasiswa cara menulis benar dan baik.
Benar dalam arti, dosen sebagai pendidik tidak lelah mengingatkan saat mahasiswa mau menulis tugas akhir skripsi, tesis (misal, red), buku pedoman penulisan perlu menjadi “kitab induk” sistematika menulis secara benar.
Bahkan dalam amatan penulis, pengenalan cara menulis yang benar bisa dimulai saat menulis karya ilmiah berupa makalah atau jurnal.
Caranya dengan mengenalkan kepada mahasiswa, bila kampus memiliki gaya slingkung atau kekhasan sistematikan dan cara penulisan karya-karya ilmiah yang bisa diwujudkan kala membuat makalah, paper, jurnal.
Alhasil, saat mahasiswa menulis karya tulis Skripsi untuk Strata 1, atau Tesis untuk Strata 2, cara menulis dengan sistematika yang benar sudah menjadi bagian dari kebiasaan.
Tidak ada lagi kebingungan cara menulis catatan kali (footnote) yang berantakan. Sebab, mahasiswa sudah terbiasa menerapkannya kala menulis tugas makalah-makalah yang diberikan oleh dosen pengampu.
Begitu juga tenaga kependidikan, saat ada mahasiswa yang mau meminta tanta tangan kepada pimpinan baik kepada Prodi, Dekan, Rektor bahkan kepada dosesnnya sendiri, bila ada salah penulisan nama, hingga gelar, bisa diminta untuk membetulkan.
Tujuannya, agar mahasiswa punya pengalaman dan paham cara menulis nama dan gelar secara benar.
Cara menulis yang benar juga bisa dosen berikan kepada mahasiswa bagaimana teknis-teknis kecil parafrase.
Bisa juga dengan menunjukkan literatur berbobot yang perlu dikutip serta di mana dan dari mana mendapatkannya.
Serta, yang tidak kalah penting adalah, mengampanyakan anti plagiasi berupa copy-paste karya orang lain yang nanti berimbas kepada hasil cek plagiasi melebihi ambang batas. Alhasil, bila melebih ambang batas mahasiswa pusing kembali.
Sedangkan pada ranah menulis baik, bisa dilakukan dengan memberian informasi tambahan kepada mahasiswa dari pengalaman empiris dosen tentang bagaimana membuat penomoran halaman.
Lalu, bagaimana membuat rata kanan kiri teks tulisan, cara citasi manual dan otomatis melalui zotero hingga mendeley.
Jika dosen tidak memiliki waktu untuk memberi informasi terkait hal di atas, dosen masih bisa merekomendasikan kepada mahasiswa untuk melihat tutorial youtube.
Sehingga problematik cara menulis yang baik dan benar bisa sukses dan menjadi praktik nyata kala mahasiswa menyajikan karya tulis ilmiah maupun non ilmiah.
Akhirnya, hal-hal sebagaimana di atas adalah ikhtiar agar usaha menulis secara benar dan baik bisa menjadi perilaku keseharian stakeholder kampus.
Tentang peran dimensi yang lain, penulis harap panjenengan semua bisa mendiskripsikan sendiri sebagai “jihad” pula melahirkan upaya kreatif menghilangkan budaya menulis yang acakadul menjadi benar dan baik.
* Usman Roin, Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah UNUGIRI.
Keren bapakkk, terima kasih ilmunya
BalasHapus