Guru: Beri Perumpamaan Nyata saat Mengajar
PHOTO-by Masjid MABA on Unsplash. |
usmanroin.com, SEBAGAI-upaya mengampanyekan membaca kepada mahasiswa, penulis membawa tiga buku saat mengajar. Dua buku berbicara “Metode Penelitian” yang ditulis oleh Prof. Sugiyono dan Prof. Wina Sanjaya. Adapun satu buku milik penulis sendiri yang bicara “40 Metode Pendidikan ala Nabi” yang ditulis oleh tokoh Pendidikan Islam dan Guru Besar Ilmu Hadis, Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah.
Lalu kenapa hal itu penulis lakukan? Jujur, penulis terinspirasi setelah membaca buku karangan Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah yang memiliki judul asli: Ar-Rasul al-Mu’alim wa Asalibuhu fi at-Ta’lim, yang dalam versi Indonesia diangkat judul menarik “Muhammad Sang Guru: Meneladani 40 Metode Pendidikan Islam” cetak tahun 2022.
Lalu pada halaman berapa penulis terinspirasi? Yakni, pada halaman 133 yang berbicara bila diskusi dan tanya jawab merupakan metode mengajar Nabi yang sangat penting.
Paparan di atas sebagaimana hadis riwayat Bukhari yang berbunyi: “Rasulullah Saw bersabda. Bagaimana menurut kalian jika di depan pintu rumah salah seorang dari kalian ada sungai mengalir, lalu dia mandi lima kali sehari di sungai tersebut, masih adakah kotoran yang tersisa di tubuhnya?’
‘Tentu tidak ada sisa kotoran di tubuhnya.’ Jawab para sahabat.
‘Demikianlah perumpaan orang yang melakukan salat lima waktu. Dengan salatnya itu, Allah Swt akan menghapus kesalahan-kesalahan dalam dirinya,’ jelas Nabi.”
Syekh Abdul Fattah menjelaskan selain hadis di atas itu menyampaikan pentingnya metode diskusi dalam pembelajaran, menurut beliau, hadis tersebut juga mengajarkan banyak hal yang berkenaan dengan dunia pendidikan.
Salah satunya menurut beliau kala guru maupun dosen melaksanakan pembelajaran, penting untuk memberi perumpamaan dari hal yang abstrak dalam KBBI online bermakna “Tidak berwujud; tidak berbentuk; mujarad; dan niskala” menjadi suatu penjelasan yang mudah ditangkap (konkrit) oleh akal.
Lalu mengapa perlu dikonkritkan? Hemat penulis berdasarkan keterangan Syekh Abdul Fattah, bila guru maupun dosen atau siapa saja yang memberikan petunjuk keilmuan agar peserta didik, mahasiswa atau orang yang kita kasih petunjuk dapat mudah memahami apa yang kita sampaikan.
Sebagaimana contoh hadis di atas, perumpamaan yang diberikan Nabi Muhammad Saw adalah bila tubuh dan pakaian kita berlumur kotoran, lalu kita membersihkan pakaian yang berlumuran kotor tersebut berkali-kali dengan air bersih tentulah bersih pakaian yang sebelumnya kotor.
Demikianhalnya dengan salat yang dikerjakan lima waktu -zuhur, asar, maghrib, isya’ dan subuh- tentu lima kali salat yang dikerjakan dapat membersihkan diri kita sebagai hamba Allah dari kotoran dosa dan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan.
Metode kanjeng Nabi dalam mengajar berdasarkan hadis di atas jelas menunjukkan kepada kita guru, dosen untuk menggunakan metode perumpamaan. Catatan yang beliau berikan, metode perumpamaan saat mengajar kepada peserta didik haruslah nyata. Hindari yang tidak nyata (abstrak).
Perumpamaan yang penulis sampaikan pada lead pembuka tulisan ini, penulis coba menunjukkan ini lho buku yang penulis maksud. Konkrit judulnya. Konkrit penulisnya. Konkrit tebal bukunya. Konkrit di mana meminjam dan membelinya. Dan sudah sampai mana penulis membacanya.
Walau beda setting objek perumpamaan, ada hal urgen yang ingin penulis sampaikan.
Pertama, perumpamaan membawa buku dan diperlihatkan kepada mahasiswa adalah mengkonkritkan bila membaca itu penting. Membaca itu ternyata riil dilakukan oleh penulis sebagai dosen. Harapannya, semangat membaca bisa ditiru pula oleh mahasiswa.
Apalagi, kertas pembatas membaca penulis perlihatkan agar perumpamaan membaca yang penulis sampaikan tidak sekadar kalimat perintah. Atau kalimat contoh profile Bung Karno, Bung Hatta yang gemar membaca. Melainkan, contoh perumpamaan terdekat, yakni diri kita sendiri sebagai guru maupun dosen.
Kedua, iklim membaca ini tengah diterpa cobaan dahsyat. Kenapa penulis bilang begitu. Coba kita lihat orang-orang sekitar kita. Lama mana mentelengi gadget atau mentelengi buku?
Jika tsunami cobaan membaca itu tidak dicari jalan keluarnya, lalu akan seperti apa diri kita ini. Bertambah pengetahuan apa tidak? Atau justru mengulang pengetahuan yang telah kita ketahui, dan kita sampaikan kepada generasi kekinian.
Pertanyaannya, lalu bisakah survive generasi sekarang bila pengetahuan yang kita transfer berupa racikan pengetahuan yang tidak ter-update?
Ketiga, uswah membaca dekat dan ada di sekeliling kita. Maksudnya, jika kita sebagai mahasiswa suka membaca maka akan menjadi uswah membawa kepada sesama.
Bila kita guru maupun dosen gemar membaca, maka uswah membaca akan menjadi cerminan peserta didik dan mahasiswa. Begitu pula bila kita sebagai suami, istri yang rajin membaca kita juga akan menjadi uswah untuk keluarga, masyarakat dan bangsa.
Akhirnya, mari beri perumpamaan nyata. Bukan perumpamaan yang tidak nyata yang sulit dicerna. Akibatnya, tangan kita akan meng-elus-elus jidat seraya keluar kata dalam hati, “Piye to iki maksute,” he..he..!
* Usman Roin, Penulis adalah Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah Unugiri.
Posting Komentar untuk "Guru: Beri Perumpamaan Nyata saat Mengajar"