Energi Salat Berjemaah
PHOTO-by Rumman Amin on Unsplash |
usmanroin.com, SUDAH-tiga kali penulis melaksanakan salat tarawih, witir di Masjid Agung Darussalam Bojonegoro. Bagi penulis, kenapa memilih jemaah di situ, karena ada semacam “energi” salat jemaah yang penulis dapatkan.
Kata “energi” dalam KBBI online bermakna kemampuan untuk melakukan kerja; atau daya (kekuatan) yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan.
Energi salat jemaah tersebut konkritnya serasa menikmati rakaat demi rakaat. Tidak merasa berat. Semangatnya muncul, karena melihat orang lain yang juga tidak mau kalah bersemangat menunaikan rakaat demi rakaat. Hingga kemudian, tuntaslah pelaksanaan tarawih dan witir malam Ramadan.
Energi yang muncul kalau boleh penulis perjelas “ada rasa menguatkan” untuk menuntaskan ibadah dari isya’, sunah tarawih yang kemudian diakhiri witir.
Kehadiran diri di masjid kala melaksanakan ibadah, menjadi bersemangat melihat orang lain yang juga bersemangat bangkit lagi dan lagi dari rukuk ke rukuk. Alhasil, kehadiran kita “sebagai jemaah” laksana saling semangat menyemangati.
Hal itu beda mungkin kala kita melaksanakan sunah tarawih sendirian. Atau, berduaan jemaah dengan istri hingga keluarga. Energinya berbeda.
Terdengar notifikasi gadget sedikit saja, salat yang asalnya khusuk bisa berubah. Belum lagi pola tingkah anak-anak yang kadang memancing konsentrasi menjadi ke mana-mana.
Bentuk Tarawih
Sedikit penulis gambarkan, jemaah di Masjid Agung Darussalam variannya banyak. Mulai dari orang tua, pemuda, remaja dan anak-anak. Penempatan antara jemaah laki-laki dan perempuan ditata sedemikian rupa memiliki porsi yang sama bisa menyemarakkan qiyamu Ramadan.
Belum lagi kalau dikalkulasi secara matematis, selesai tarawihnya juga tidak kalah dengan masjid di sekitar dan masjid-masjid pedesaan pada umumnya.
Sebagai paparan data, penulis coba mencatat pada hari pertama pelaksanaan tarawih hingga witir pasca jemaah isya’ ditunaikan. Pukul 19.20 Wib salat tarawih dimulai. Pukul 19.59 Wib salat tarawih selesai. Dan pukul 20.08 Wib salat witir selesai.
Pada hari kedua, pelaksanaan tarawih pukul 19.16 Wib dimulai. Pukul 19.55 tarawih selesai. Dan pukul 20.05 Wib witir selesai.
Pada hari ketiga, pelaksanaan tarawih pukul 19.16 Wib dimulai. Pukul 19.53 Wib tarawih selesai. Dan pukul 20.01 Wib witir selesai.
Tiga data yang penulis peroleh tersebut adalah hasil amatan yang penulis lakukan. Teknik observasi partisipan dalam penggalian data penulis lakukan untuk mengamati sembari ikut merasakan sebagai jemaah dengan membawa gadget guna mencatat waktu selesainya item demi item pelaksanaan salat tarawih dan witir.
Hasil data diatas kemudian penulis lakukan analisis deskriptif karena penulis ingin cukup memahami makna dan keunikan objek yang diteliti (Sugiyono, 2021:165). Sebagai kesimpulan, bila di Masjid Agung Darussalam Bojonegoro dalam pelaksanaan salat tarawih dan witir dilaksanakan dengan tumakninah. Tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh K. H. A. Maimun Syafi’i selaku Ketua Takmir Masjid Agung Darussalam, terkait dengan pelaksanaan tarawih 20 rakaat ditambah witir 3 rakaat. Pointnya, Ketua takmir menyampaikan, bila pelaksanaan salat tarawih di masjid tersebut dikerjakan secara cepat juga tidak, lambat juga tidak. Stabil, itulah benang merah penyampaian yang bisa penulis tangkap.
Adapun wujudnya, dalam rukuk bisa tuntas membaca subhana rabbiyal 'adhimi wa bihamdihi tiga kali. Begitu pula kala sujud, juga bisa tuntas membaca subhana rabbiyal a’laa wa bi hamdih. Itulah makna tidak terlalu cepat dan tidak juga lambat yang dimaksud Ketua Takmir.
Hal itu sebagaimana hadis Rasulullah Saw riwayat Ahmad, kalau “tarawih-witir” dilaksanakan terlalu cepat, jangan sampai jemaah termasuk manusia yang dikata sebagai “pencuri kelas kakap”? Siapa itu! Yakni, manusia yang mencuri salatnya.
Sahabat bertanya Rasulullah Saw, bagaimana dikatakan mencuri? Rasulullah Saw pun menjelaskan makna “pencuri” adalah manusia yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya dalam salat.
Dengan mengatahui hal itu, Ketua Takmir Masjid Agung Darussalam mewanti-wanti agar jemaah tidak sampai terjebak dengan hadis Rasulullah Saw, seakan-akan kita salat tetapi ternyata nilainya adalah tidak positif. Wallahu a‘lam bi as-shawab.
* Usman Roin, Penulis adalah Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah Unugiri.
Posting Komentar untuk "Energi Salat Berjemaah"