Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Antara Iya dan Tidak "Reorganisasi"

ADA-diskusi hangat sebuah organisasi perihal iya atau tidak (pending) reorganisasi dilakukannya. Melihat KBBI online “reorganisaai” bermakna penyusunan atau penataan kembali pengurus, lembaga, dan lain sebagainya. Terlebih, masa kepemimpinan telah berakhir. Hanya saja, di tengah situasi pandemi Covid-19 lah yang menjadi problem baru untuk menyelenggarakannya. Apalagi, semua orang dituntut untuk tetap memperhatikan protokol kesehatan. Bahkan turunan aturan sudah tertuang, berseliweran, baik dalam bentuk Surat Edaran (SE), Maklumat, dan lain sebagainya di medsos.

Secara normatif, memang betul, bahwa momen pergantian adalah sakral. Karena disitulah akan terjadi diskusi hangat terkait perumusan dan penetapan aturan ‘baru’ yang dirasa sebagai penjelas (pasal atau ayat) hingga peniadaan yang membuat multi tafsir, apalagi sudah tidak relevan dengan zaman.

Perlu disadari, estafet kepemimpinan itu sunnatullah. Artinya, pergantian kepemimpinan itu adalah hal yang mutlak harus dilakulan seiring dengan keterbatasan hidup manusia sendiri. Jika kemudian penulis membaca undangan diskusi, ada garis bawah yang menarik. Yakni, “persiapan reorganisasi” katakanlah begitu. Jika demikian, substansi diskusinya adalah mendengarkan kesiapan “jika” reorganisasi akan dilakukan. Baru kemudian diskusi itu meminta pandangan akan mekanisme yang akan ditempuh. By tatap muka dalam arti menghadirkan seluruh anggota di tengah pandemi, atau mencari alternatif lain dengan jalan wasathiyah semisal reorganisasi berbasis virtual.

Mekanisme diskusinya ada sedikit kekeliruan sebenarnya dalam pandangan penulis. Yakni, tanggapan dahulu baru kemudian meminta info kesiapan dari kepengurusan. Padahal, kesiapan reorganisasi itu tercipta dari seluruh kepengurusan yang akan purna. Kuncinya, “mau atau tidak” melakukan dengan melompat, berdamai dengan pandemi melalui mekanisme yang adaptif.

Lalu juga, siap atau belum "material" bukan saja terkait siapa sosok pengganti? Melainkan, pelaporan kinerja plus keuangan selama kepengurusan terdokumen dengan baik!
Hanya saja, kadang kita inginnya yang ramai-ramai, dan masih mengerucut dengan cara manual. Padahal dengan kondisi pandemi, semua hal itu tidaklah memungkinkan. Perlu sebenarnya dilakukan jajak pendapat kepada semua anggota, apakah setuju atau tidak reorganisasi virtual itu dilakukan? Hal itu sebagai jembatan baru alternatif, solutif, agar reorganisasi tetap berjalan tepat waktu.

Bagi penulis, tidak ada salahnya hal itu dicoba. Toh sudah ada yang riil melaksanakannya walau kendala saat pelaksanaan tidak bisa dinafikan kehadirannya. Yang menjadi masalah itu adalah, mau atau tidak pola pikir kita itu adaptif dengan perubahan zaman? Toh itu hanya sebatas cara agar keberlangsungan reorganisasi tetap berjalan dengan baik.

Jika menunggu ideal, tentu menunggu esok yang konon menurut para filosof “masih misteri” juga tidak bisa diprediksi. Apakah akan optimal sesuai dengan harapan atau tidak? Percayalah, bahwa optimal atau tidak reorganisasi itu terwujud tergantung dari kesiapan kepengurusan baik yang akan demisioner atau calon yang akan datang.

Jikalaupun tidak optimal, hal itu bentuk kewajaran dalam pelaksanaan di tengah suasana yang menuntut hal normal tidak bisa dilakukan saat suasana tidak normal. Sedikit gambaran ini adalah upaya refresh kita yang kadang terlalu mamaksanakan untuk tidak coba keluar dari out of box. Yakni, menjalankan reorganisasi dengan menyesuaikan cara kekinian, di tengah solusi keadaan yang tidak mumungkin menuntut kesempurnaan.

Semoga catatan kecil ini menjadi bagian dari upaya kita, siap, siap, dalam mengamanahkan kepengurusan berlanjut, berlanjut, menelurkan pemimpin baru nahkoda organisasi.

Penulis:
Usman Roin adalah mantan Ketua Umum Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (Risma JT) dan penulis buku 50 Status Inspiratif (Semarang: YAPAPB Semarang, 2020), Menjadi Guru: Sehimpun Catatan Guru Menulis (Kendal: Pelataran Sastra Kaliwungu, 2019), Langkah Itu Kehidupan (Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2013).
: UR
: UR Pria desa yang coba senang membaca, menulis, dan blogging sebagai kontemplasi diri.

2 komentar untuk "Antara Iya dan Tidak "Reorganisasi""

  1. Suwun mas Arifin., rodok2 ngritik sitik kanggo konco2 Risna JT 🤭😁

    BalasHapus