Disiplin: Antara Ia dan Tidak
YANG-lagi hangat adalah, pembahasan antara ia dan tidak menyelenggarakan sunah tarawih di masjid dan musala. Saya yang mendengar saja geli, saat ada yang coba ‘memamerkan’ tempat ibadahnya tetap melaksanakan ibadah sunah tersebut.
Padahal, mengutip harian Suara Merdeka, Senin (20/4/20), hlm. 1, arahan MUI selama Ramadan jelas. Diantaranya; menghindari kerumunan, menjadikan rumah sebagai tempat ibadah, mengubah kebiasaan beribadah, dan tidak melakukan tradisi mudik.
Hal itu, belum lagi diperparah oleh potongan video, sebut saja ‘ngeyel’ yang banyak beredar di medsos. Bicaranya mendebat, melogiskan, menguliti, hingga menelanjangi tafsir ‘imbauan’ yang sudah disebarkan oleh lembaga yang berwenang.
Padahal, gambaran akan perjuangan tenaga kesehatan menangani pasian Covid-19 juga sudah banyak beredar. Tidak hanya foto, berita, video juga mudah kita dapatkan. Sudah bisa dibayangkan perjuangannya. Bukan hanya karena menahan lapar, haus, melainkan juga sumuk-nya APD yang digunakan.
Belum lagi kekangenan ‘yang karena tugas’ harus lama berpisah. Jikalau purna tugas, isolasipun menanti. Baru setelah dinyatakan aman, bercengkerama dengan keluarga bisa dilakukan.
Hanya saja, pesan yang diinginkan untuk tetap di rumah belum sepenuhnya diindahkan. Pertanyaannya, kalau tidak dari kita yang sadar, lalu siapa?
Mana mungkin Covid-19 bisa di putus, bila perilaku kita jauh dari kepatuhan!
Akhirnya, kesadaran me-ngerem aktivitas kita, untuk lebih banyak di rumah saat pandemi ini, mari kita junjung tinggi. Kita lakukan dengan keikhlasan sebagai kewajiban melindungi diri kita dari wabah penyakit. Adapun bagi yang sudah melakukan kedisiplinan, jempol penulis untuk anda semua.
Catatan: Usman Roin
Semarang, 5 Ramadan 1441 H
Padahal, mengutip harian Suara Merdeka, Senin (20/4/20), hlm. 1, arahan MUI selama Ramadan jelas. Diantaranya; menghindari kerumunan, menjadikan rumah sebagai tempat ibadah, mengubah kebiasaan beribadah, dan tidak melakukan tradisi mudik.
Hal itu, belum lagi diperparah oleh potongan video, sebut saja ‘ngeyel’ yang banyak beredar di medsos. Bicaranya mendebat, melogiskan, menguliti, hingga menelanjangi tafsir ‘imbauan’ yang sudah disebarkan oleh lembaga yang berwenang.
Padahal, gambaran akan perjuangan tenaga kesehatan menangani pasian Covid-19 juga sudah banyak beredar. Tidak hanya foto, berita, video juga mudah kita dapatkan. Sudah bisa dibayangkan perjuangannya. Bukan hanya karena menahan lapar, haus, melainkan juga sumuk-nya APD yang digunakan.
Belum lagi kekangenan ‘yang karena tugas’ harus lama berpisah. Jikalau purna tugas, isolasipun menanti. Baru setelah dinyatakan aman, bercengkerama dengan keluarga bisa dilakukan.
Hanya saja, pesan yang diinginkan untuk tetap di rumah belum sepenuhnya diindahkan. Pertanyaannya, kalau tidak dari kita yang sadar, lalu siapa?
Mana mungkin Covid-19 bisa di putus, bila perilaku kita jauh dari kepatuhan!
Akhirnya, kesadaran me-ngerem aktivitas kita, untuk lebih banyak di rumah saat pandemi ini, mari kita junjung tinggi. Kita lakukan dengan keikhlasan sebagai kewajiban melindungi diri kita dari wabah penyakit. Adapun bagi yang sudah melakukan kedisiplinan, jempol penulis untuk anda semua.
Catatan: Usman Roin
Semarang, 5 Ramadan 1441 H
Posting Komentar untuk "Disiplin: Antara Ia dan Tidak"