Panas Dingin Orangtua
COVID-19 menjadi bahasan yang tak kunjung surut. Di kantor, di rumah, di lembaga pendidikan, mall, rumah ibadah, tongkrongan kopi, dan juga chat yang super dahsyat di group WA. Apalagi ketika diumumkan ‘libur’ belajar, alias belajar dari rumah. Info itulah yang sangat dinanti-nanti oleh segenap orangtua.
Ketika sudah ketok palu, dengan hadirnya surat edaran (SE), mulai dari Kemendikbud, Gubernur, Walikota/Bupati, Dinas Pendidikan, dan Sekolah, memang ‘ada’ yang agak berat hati ‘sebagian orangtua’ saat anaknya di rumah. Yang ekstrim, ada gambaran ‘rumah akan jadi kapal pecah,’ kata some one yang penulis rahasiakan namanya dari obrolan group WA.
Sikap di atas bagi penulis wajar. Seperti ada ‘kepanikan’ saat anak terbiasa belajar di sekolah, namun sekarang belajar dari rumah. Hanya saja, dikarenakan Covid-19, penulis percaya, kekagetan orangtua pada awal tidak akan terus menerus. Karena bagaimana mengendalikan anaknya agar tetap belajar selama di rumah, orangtua sudah bisa membaca bahwa itulah PR yang segera dilakukan.
Bila ditelaah secara mendalam, ada isu seksi antara anak dan orangtua. Dalam arti, bukan bentuk tubuh yang dibahas. Melainkan, bagaimana langkah, upaya orang tua, tetap mengontrol anak selama di rumah untuk tetap belajar. Itulah yang seksi.
Rasa panik akan hal itu, sebenarnya tidak akan terjadi bagi orangtua yang terbiasa membimbing anaknya belajar. Atau, ada salah satu dari orangtua yang fokus di rumah mengawasi, melayani, hingga mencukupi kebutuhan anak serta mengajak untuk disiplin beribadah hingga belajar.
Problemnya adalah, bagaimana kalau kedua orangtua sama-sama bekerja?
Jika orangtua sibuk bekerja, tentu sistem online atau komunikasi jarak jauh bisa menjadi metode untuk mengontrol anak belajar. Hanya saja, dipastikan terlebih dahulu, ada atau tidak panduan dari sekolah terkait telaah buku materi pembelajaran selama di rumah.
Karena jika tidak ada, bisa dipastikan anak akan hanya lengket dengan ‘gadget’. Terlebih, hari ini, gadget adalah cara maknyus orangtua zaman now, untuk meredam anak agar tidak menangis, over aktif, banyak bermain, atau menghabiskan jamnya just menonton televisi.
Jika ada panduan pembelajaran, bagi orangtua yang bekerja bisa dilakukan kontrol dari jauh. Artinya, disela-sela jam istirahat, menelpon anak untuk memastikan belajar anak adalah solusi. Bisa juga, dengan meminta bantuan dari sanak saudara untuk menunggui dalam anak belajar.
Adapun bagi keluarga yang orangtuanya ada yang berkarir di rumah, tentu memastikan sikap belajar anak lebih mudah. Walau tentu akan ada kesulitan, bila materi belajar, atau saat mengerjakan PR dari sekolah, tidak dipahami oleh anak.
Tentu, disinilah orangtua juga agak pusing membantu menyelesaikan PR belajar anak selama di rumah. Terlebih, bila kemudian berhubungan dengan mepel tertentu semisal aksara Jawa. Karena yang penulis lihat, sampai ada ‘icon’ menangis salah satu update status orangtua karena tidak paham terhadap huruf hanacaraka.
Hikmah yang bisa dipetik, saat ini, orangtua biar sedikit ikut merasakan panas dan dinginnya dalam mendidik anak. Menanamkan aneka mata pelajaran kepada anak, hingga mahir secara kognitif (pengetahuan), kemudian menjadi perilaku (afektif), susah juga ya! Bukan sekadar mencukupi hidupnya secara material untuk keberlangsungan sekolah saja.
Mugi-mugi bermanfaat. Amin ya rabbal 'alamin.
Oleh: Usman Roin
Penulis adalah Pengelola Abjad gurunulis.com dan Ketua Umum Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (RISMA-JT) periode 2006-2007.
Ketika sudah ketok palu, dengan hadirnya surat edaran (SE), mulai dari Kemendikbud, Gubernur, Walikota/Bupati, Dinas Pendidikan, dan Sekolah, memang ‘ada’ yang agak berat hati ‘sebagian orangtua’ saat anaknya di rumah. Yang ekstrim, ada gambaran ‘rumah akan jadi kapal pecah,’ kata some one yang penulis rahasiakan namanya dari obrolan group WA.
Sikap di atas bagi penulis wajar. Seperti ada ‘kepanikan’ saat anak terbiasa belajar di sekolah, namun sekarang belajar dari rumah. Hanya saja, dikarenakan Covid-19, penulis percaya, kekagetan orangtua pada awal tidak akan terus menerus. Karena bagaimana mengendalikan anaknya agar tetap belajar selama di rumah, orangtua sudah bisa membaca bahwa itulah PR yang segera dilakukan.
Bila ditelaah secara mendalam, ada isu seksi antara anak dan orangtua. Dalam arti, bukan bentuk tubuh yang dibahas. Melainkan, bagaimana langkah, upaya orang tua, tetap mengontrol anak selama di rumah untuk tetap belajar. Itulah yang seksi.
Rasa panik akan hal itu, sebenarnya tidak akan terjadi bagi orangtua yang terbiasa membimbing anaknya belajar. Atau, ada salah satu dari orangtua yang fokus di rumah mengawasi, melayani, hingga mencukupi kebutuhan anak serta mengajak untuk disiplin beribadah hingga belajar.
Problemnya adalah, bagaimana kalau kedua orangtua sama-sama bekerja?
Jika orangtua sibuk bekerja, tentu sistem online atau komunikasi jarak jauh bisa menjadi metode untuk mengontrol anak belajar. Hanya saja, dipastikan terlebih dahulu, ada atau tidak panduan dari sekolah terkait telaah buku materi pembelajaran selama di rumah.
Karena jika tidak ada, bisa dipastikan anak akan hanya lengket dengan ‘gadget’. Terlebih, hari ini, gadget adalah cara maknyus orangtua zaman now, untuk meredam anak agar tidak menangis, over aktif, banyak bermain, atau menghabiskan jamnya just menonton televisi.
Jika ada panduan pembelajaran, bagi orangtua yang bekerja bisa dilakukan kontrol dari jauh. Artinya, disela-sela jam istirahat, menelpon anak untuk memastikan belajar anak adalah solusi. Bisa juga, dengan meminta bantuan dari sanak saudara untuk menunggui dalam anak belajar.
Adapun bagi keluarga yang orangtuanya ada yang berkarir di rumah, tentu memastikan sikap belajar anak lebih mudah. Walau tentu akan ada kesulitan, bila materi belajar, atau saat mengerjakan PR dari sekolah, tidak dipahami oleh anak.
Tentu, disinilah orangtua juga agak pusing membantu menyelesaikan PR belajar anak selama di rumah. Terlebih, bila kemudian berhubungan dengan mepel tertentu semisal aksara Jawa. Karena yang penulis lihat, sampai ada ‘icon’ menangis salah satu update status orangtua karena tidak paham terhadap huruf hanacaraka.
Hikmah yang bisa dipetik, saat ini, orangtua biar sedikit ikut merasakan panas dan dinginnya dalam mendidik anak. Menanamkan aneka mata pelajaran kepada anak, hingga mahir secara kognitif (pengetahuan), kemudian menjadi perilaku (afektif), susah juga ya! Bukan sekadar mencukupi hidupnya secara material untuk keberlangsungan sekolah saja.
Mugi-mugi bermanfaat. Amin ya rabbal 'alamin.
Oleh: Usman Roin
Penulis adalah Pengelola Abjad gurunulis.com dan Ketua Umum Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (RISMA-JT) periode 2006-2007.
Posting Komentar untuk "Panas Dingin Orangtua"