Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Eksplorasi Kangen Menulis

KANGEN-mengirimkan karya ke koran itulah perasaan saya hari ini. Perasaan ini sudah saya tahan-tahan namun masih saja tumpah. Ia mendorongku untuk menuliskan gagasan tentang pendidikan. Hanya saja, tema yang cocok lagi saya angan-angan tapi tidak muncul jua.

Setelah sampai kantor, saya baru ingat bila saya masih punya artikel yang belum tayang. Temanya juga masih aktual sekali. Ide awal tulisan tersebut telah saya kirimkan untuk tabloid salah satu teman se organisasi di kota kelahiran, Kabupaten Bojonegoro. Karena masih banyak materi yang belum lengkap, jadinya tabloid tersebut belum naik cetak. 


Untuk memperkuat keyakinan terhadap tulisan yang saya buat, saya meminta guru Bahasa Indonesia (BI) di tempat kerja untuk membaca. Kebetulan guru tersebut lagi free. Sekali berbincang-bincang, mewujudkan tulisan secara kualitas adalah tangga harapan yang saya ingin selanjutnya.


Memang untuk mempersilahkan hasil karya dibaca orang lain (guru BI) perlu keberanian. Sebab, guru BI yang lekat dengan kemahiran secara linguistic kebahasaan, seakan membuat saya grogi sebagai penulis. Pasti akan ada yang salah dalam terminologi BI dari esai yang saya buat!


Meskipun angan-angan yang berbuah pertanyaan tersebut muncul, namun saya tidak memedulikannya. Saya hanya fokus meningkatkan kualitas tulisan. Jika kemarin saya hanya sekadar menulis, kali ini harus memperhatikan sisi kualitas tulisan. Baik secara kaidah BI, dan kedalaman isi yang dibahas. 


Alhamdulillah, hasil diskusi dengan guru BI yang berupa print out sudah minim coretan. Artinya, tulisan yang saya buat sudah lolos dari segi kaidah BI. Hingga teman guru BI saya bilang, “Saya saja yang guru BI belum bisa membuat esai seperti jenengan pak”! “Jadi, ini PR saya sebagai guru BI,” ungkapnya.


Mendengar hal itu, saya menjadi selangkah lebih maju. Apa itu? Produk tulisan sudah saya hasilkan. Karena menurut guru BI, antara membaca, menulis dan berdiskusi itu perlu dilakukan simultan. “Harus dilakukan berkesinambungan,” tegasnya. 


Membaca saja tidak menulis akan sulit merangkai kata. Menulis tanpa membaca juga akan membuat tulisan menjadi dangkal. Sedangkan berdiskusi saja itu namanya omong doang (tidak produktif). 


Setelah taskhih (pembenaran kaidah BI) selesai, kemudian saya edit tulisan yang belum pernah tayang tersebut. Setelah usai editing,  baru kemudian saya kirim ke email redaksi. Panjatan doa saya hari ini, semoga besok tulisan saya bisa tayang di koran. Amin ya rabbal ‘alamin.

Oleh: Usman Roin
Penulis adalah Guru Ekskul Jurnalistik SMP Islam Terpadu PAPB Semarang, Editor Buku “Yang Melangit dari Kata: Kumpulan Kata Mutiara SMP IT PAPB Semarang,” Editor Buku “42 Renungan Inspiratif Kehidupan,” Editor serta Penulis Buku “Menjadi Guru: Sehimpun Catatan Guru Menulis,” Penulis Buku “Langkah Itu Kehidupan: 5 Langkah Hidup Bahagia,” Pengurus Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Tengah, Koord. Devisi Komunikasi & Hubungan Media Majelis Alumni IPNU Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. 
: UR
: UR Pria desa yang coba senang membaca, menulis, dan blogging sebagai kontemplasi diri.

1 komentar untuk "Eksplorasi Kangen Menulis"