Curhatan Kawanpun Bisa Jadi Tulisan
CARA-menulis tidak selamanya perihal tema aktual yang sedang terjadi. Melainkan juga bisa menceritakan hal-hal dekat sekali dengan kita. Justru hal yang dekat, objektivitasnya tidak perlu diragukan, kesahihan sumbernya teruji karena paham karakternya. Hal itu bisa ditemuai dari model menulis curhatan yang menyayat hati, secara fakta terjadi, namun seakan-akan tidak mampu ditangani. Fungsinya tidak lain sebagai penyadar bahwa yang sudah dilakukan itu benar, salah, merugikan dan lain sebagainya sebagaimana kisah berikut ini.
Sebuah curhatan dari seorang karyawan penulis terima. Penulispun mendengarkan dengan cermat sekali. Si karyawan (A) itu bercerita tentang ketidakadilan dari rekan sesama karyawan yang seprofesi. Ia melihat temannya si (B) itu tidak serius dalam menuntaskan pekerjaan. Faktanya, ketika giliran bagian tugas disebuah tempat yang menjadi tanggung jawabnya, cara melakoni pekerjaannya serampangan, bahkan tidak sesuai dengan SOP yang dinstruksikan.
Anehnya, hal itu berlangsung lama dari hari ke hari, bulan ke bulan dan tidak ada perubahan sama sekali. Jike demikian, si karyawan (A) yang mengeluh ini hanya menjadi tumbal temannya si (B) atas ketidakberesan pekerjaan yang seharusnya di kerjakan oleh si (B). Padahal fakta yang ada, ketidaktuntas karyawan si (B) bisa dilihat faktanya betapa tanggung jawabnya sama sekali tidak dilaksanakan dengan baik, walau sudah ada tegur atau komplain dari banyak pihak.
Melihat hal di atas, penulis sebagai bagian dari orang yang mendengar penggalan cerita dari karyawan si (A) sangat iba sekali. Penulis juga sadar mana antara iri, dan mana antara fakta dalam menilai ketuntasan pekerjaan seseorang. Jika ingin dinilai, penulispun akan menilai jempol si karyawan (A), walaupun baru namun mampu membuktikan dedikasi kerja dari rasa iba pekerjaannya yang maksimal dari sisi hasil, walau yang dapat sanjungan si (B). Adapun si (B) yang dikata sudah lama dari segi kematangan (time) bekerja penulis juga apresiasi. Hanya saja, dari segi ketuntasan pekerjaan sungguh menyedihkan dan bisa ada kemungkinan menjadi virus bagi yang lain.
Atas realitas seperti ini, tentu saja yang harus dipahami bersama adalah bahwa kerjasama antara yang teman seprofesi secara optimal dalam hal menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, itu mutlak diperlukan. Jika tidak, bagi penulis jangan-jangan “Kelamaannya” hanya menjadi contoh yang tidak baik bagi yang baru. Bila sudah menjadi contoh keburukan. Ia juga yang akanmenjadi penular keburukan dan akan ditagih janjinya besok di yaumul hisab.
Sebagai sesama karyawan, maka saling menuntaskan pekerjaan dengan baik itulah yang perlu dilakukan. Jangan sampai menjadikan tumbal temannya sesama profesi yang dalam pendekatan keagamaan justru hal itu hanya akan mengurangi keberkahan hidupnya.
Mungkin hal itu tidak akan dirasa, namun Allah SWT Maha Tahu bahwa bila ada hambanya yang demikian "Coba" sedikit akan diberikan. Jika masih saja melakukan, baru "Coba" tersebut akan ditambah hingga besar dan hingga ia sadar, bahwa hasil musibah ini adalah dari perilaku yang telah ia lakukan.
Semoga, sebelum Allah SWT menurunkan musibah yang lebih besar (dari tulisan ini) si karyawan tersebut sadar bila tidak ingin merugi dunia hingga akhirat segera berubah sebelum terlambat.
Oleh: Usman Roin
Penulis adalah Kolumnis di berbagai media dan penulis buku "Langkah Itu Kehidupan".
Sebuah curhatan dari seorang karyawan penulis terima. Penulispun mendengarkan dengan cermat sekali. Si karyawan (A) itu bercerita tentang ketidakadilan dari rekan sesama karyawan yang seprofesi. Ia melihat temannya si (B) itu tidak serius dalam menuntaskan pekerjaan. Faktanya, ketika giliran bagian tugas disebuah tempat yang menjadi tanggung jawabnya, cara melakoni pekerjaannya serampangan, bahkan tidak sesuai dengan SOP yang dinstruksikan.
Anehnya, hal itu berlangsung lama dari hari ke hari, bulan ke bulan dan tidak ada perubahan sama sekali. Jike demikian, si karyawan (A) yang mengeluh ini hanya menjadi tumbal temannya si (B) atas ketidakberesan pekerjaan yang seharusnya di kerjakan oleh si (B). Padahal fakta yang ada, ketidaktuntas karyawan si (B) bisa dilihat faktanya betapa tanggung jawabnya sama sekali tidak dilaksanakan dengan baik, walau sudah ada tegur atau komplain dari banyak pihak.
Melihat hal di atas, penulis sebagai bagian dari orang yang mendengar penggalan cerita dari karyawan si (A) sangat iba sekali. Penulis juga sadar mana antara iri, dan mana antara fakta dalam menilai ketuntasan pekerjaan seseorang. Jika ingin dinilai, penulispun akan menilai jempol si karyawan (A), walaupun baru namun mampu membuktikan dedikasi kerja dari rasa iba pekerjaannya yang maksimal dari sisi hasil, walau yang dapat sanjungan si (B). Adapun si (B) yang dikata sudah lama dari segi kematangan (time) bekerja penulis juga apresiasi. Hanya saja, dari segi ketuntasan pekerjaan sungguh menyedihkan dan bisa ada kemungkinan menjadi virus bagi yang lain.
Atas realitas seperti ini, tentu saja yang harus dipahami bersama adalah bahwa kerjasama antara yang teman seprofesi secara optimal dalam hal menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, itu mutlak diperlukan. Jika tidak, bagi penulis jangan-jangan “Kelamaannya” hanya menjadi contoh yang tidak baik bagi yang baru. Bila sudah menjadi contoh keburukan. Ia juga yang akanmenjadi penular keburukan dan akan ditagih janjinya besok di yaumul hisab.
Sebagai sesama karyawan, maka saling menuntaskan pekerjaan dengan baik itulah yang perlu dilakukan. Jangan sampai menjadikan tumbal temannya sesama profesi yang dalam pendekatan keagamaan justru hal itu hanya akan mengurangi keberkahan hidupnya.
Mungkin hal itu tidak akan dirasa, namun Allah SWT Maha Tahu bahwa bila ada hambanya yang demikian "Coba" sedikit akan diberikan. Jika masih saja melakukan, baru "Coba" tersebut akan ditambah hingga besar dan hingga ia sadar, bahwa hasil musibah ini adalah dari perilaku yang telah ia lakukan.
Semoga, sebelum Allah SWT menurunkan musibah yang lebih besar (dari tulisan ini) si karyawan tersebut sadar bila tidak ingin merugi dunia hingga akhirat segera berubah sebelum terlambat.
Oleh: Usman Roin
Penulis adalah Kolumnis di berbagai media dan penulis buku "Langkah Itu Kehidupan".
Posting Komentar untuk "Curhatan Kawanpun Bisa Jadi Tulisan"