Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sudahkah Kita Baca Alquran?

BACA-Alquran atau Gadget (dok/us)
BERAT-mana antara membaca medsos dan Alquran zaman now? Tentu, “seakan-akan” berat membaca medsos dan mudah meluangkan waktu membaca Alquran. Padahal fakta justru sebaliknya, berat membaca Alquran dan ringan membaca medsos. Bisa dihitung secara pribadi, dalam sehari, berapa kali kita membaca Alquran dan berapa kali membaca medsos?

Jika kita jujur, bisa dipastikan medsos adalah hal yang sering kita buka daripada Alquran. Di era digital ini medsos seolah-olah menjadi teman “sejati”. Sebagai bukti, lebih linglung mana ketinggalan membawa gadget daripada membawa Alquran? 

Memang hal itu tidak salah jawabannya bila gadget sebagai poling yang terbanyak. Masih ditambah, dengan belum berakhirnya pandemi Covid-19, “gadget” menjadi sentral utama yang sering dipegang, dibawa, bahkan dibuka.

Alquran kitab suci kita sebagai muslim banyak ditelantarkan. Bisa dihitung, berapa kali dalam seminggu membaca Alquran? Berapa kali bagi yang belum bisa membaca dengan baik dan benar, belajar memperbaiki bacaan? Dan berapa kali bagi yang sudah fasih membaca, tetap istikamah “deres” membaca Alquran?

Beberapa pertanyaan kecil di atas sudah seharusnya kita perhatikan. Menyeimbangkan antara membuka gadget dan Alquran juga harus menjadi perhatian kita. Jangan sampai terkalahkan dengan gadget yang fungsinya hanya sebagai sarana mempermudan tugas kemanusiaan. Padahal Alquran adalah petunjuk sekaligus menjadi penyembuh penyakit psikis bagi kita semua.

Hal itu sebagaimana dalam firman Allah, surah Yunus (10):57 yang artinya, “Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran (Alquran) dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman”.

Jika demikian, kita perlu introspeksi diri, sudahkan Alquran sebagai kitab yang sering kita buka, baca, hingga kita pahami lewat tholabul ‘ilmi? Bila sudah, artinya kita ingin memberatkan diri dengan timbangan amal di hari kelak. Bila sudah, artinya selama di dunia, spirit ingin belajar mengenal maksud dari Alquran secara luas bukan sempit tidak kendor. 

Sehingga tidak terjadi pemaknaan sepotong-potong yang akhirnya menyesatkan banyak umat.
Bahkan bila kita sudah membaca Alquran secara istikamah, artinya kita ingin menjadi muslim yang sadar bagaimana beriman. Bukan malah menuntut orang lain beriman namun ia justru lupa bahwa dirinya memiliki kewajiban melaksanakan keimanannya terlebih dahulu.

Prof. Komaruddin Hidayat dalam bukunya “Agama untuk Peradaban” (2019:15) mengatakan, bahwa untuk memuliakan Alquran, cara terbaik adalah dengan mengimani dan mengamalkannya agar menjadi manusia teladan (uswatun hasanah) dan pembawa rahmat bagi lingkungan. 

Prof. Komar juga menambah, bahwa generasi Islam maju dan disegani dunia karena mengamalkan Alquran yang membuahkan peradaban unggul pencerah zaman. Tetapi, sekarang, sebagian orang memilah-milah surah dan ayat sebagai legitimasi untuk meniadakan orang, sehingga muncul sinisme dan salah paham bahwa Alquran dianggap sebagai kitab penyebar kebencian, bukan rahmat dan kasih sayang.

Jika kita tidak menginginkan hal di atas, mari jadwal, paksa diri untuk lebih sering membuka, membaca Alquran. Jangan sampai kita kalah oleh karena seringnya membuka gadget mulai dari bangun tidur sampai beranjak tidur kembali, yang akhirnya memunculkan penyakit mental dan merugikan diri kita sendiri.

Penulis:
Usman Roin adalah mantan Ketua Umum Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (Risma JT) dan penulis buku 50 Status Inspiratif (Semarang: YAPAPB Semarang, 2020), Menjadi Guru: Sehimpun Catatan Guru Menulis (Kendal: Pelataran Sastra Kaliwungu, 2019), Langkah Itu Kehidupan (Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2013).

 

: UR
: UR Pria desa yang coba senang membaca, menulis, dan blogging sebagai kontemplasi diri.

Posting Komentar untuk "Sudahkah Kita Baca Alquran?"